Klinten, Tomson (2018) Implementasi Hak Interpelasi dan Hak Angket DPRD Serta Akibat Ketidaksinkronan Keputusan Pemberhentian Bupati dan/Wakil Bupati dengan Putusan Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun Tentang Pemerintahan Daerah. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Darma Cendika.
Text
abstrak + judul tomson.pdf Download (387kB) |
|
Text
bab I Tomson Klinten.pdf Download (472kB) |
|
Text
bab II + bab III Tomson Klinten.pdf Restricted to Registered users only Download (605kB) |
|
Text
bab IV & Dapus Tomson Klinten.pdf Download (435kB) |
|
Text
lampiran tomson.pdf Restricted to Registered users only Download (137kB) |
Abstract
Kepala daerah (bupati dan/wakil bupati) dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, bersama tugas dan kewenangan tersebut dilaksanakan Dewan Perwakilan Rakyat yang ada didaerahnya dalam hal ini DPRD. DPRD ini mempunyai tugas pengawasan dalam melaksanakan pemerintahan berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Fungsi pengawasan ini diatur dalam Pasal 159 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu; “hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat daerah dan negara, sedangkan hak angket adalah pelaksanaan fungsi DPRD melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupam masyarakat daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku”, apabila terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepala daerah (bupati dan/wakil bupati), maka berdasarkan hak interpelasi dan hak angket DPRD dapat mengajukan hasil penyelidikan kepada pengadilan untuk memperoleh putusan pengadilan. Adanya putusan pengadilan ini akan berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan didaerah, akan tetapi gubernur sebagai kepala daerah tingkat provinsi tidak dapat memberhentikan kepala daerah (bupati dan wakil/bupati), sebelum adanya proses pengadilan yang tetap dan mengikat (inkracht).Masalah hukum mengenai dugaan pelanggaran bupati dan/wakil bupati yang belum ada putusan pengadilan tersebut, dengan pemberhentian dari gubernur tidak dapat berlaku efektif karena tujuan hukumya tidak tercapai. suatu dugaan pelanggaran secara hukum bupati dan/wakil bupati tidak dapat dianggap bersalah melakukan tindak pidana, karena secara hukum harus dibuktikan terlebih dahulu dan diputus oleh pengadilan secara tetap dan mengikat maka dari itu sangat penting Peran DPRD dalam melaksanakan hak interpelasi dan hak angket secara jujur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Tujuannya untuk memperkuat bukti dan membantu penyidik dalam hal ini polisi sehingga dengan terlibatnya DPRD merupakan implementasi hak interpelasi dan hak angket dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari dugaan pelanggaran. Apabila gubernur memberhentikan bupati dan/wakil bupati sebelum adanya putusan pengadilan, maka akan terjadi ketidaksinkronan antara keputusan gubernur dengan putusan pengadilan. Oleh karena itu, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan bupati dan/wakil bupati merupakan suatu awal dari penggunaan hak interpelasi dan hak angket DPRD. Pemberhentian bupati dan/wakil bupati tanpa menunggu putusan pengadilan dapat berakibat pada pelanggaran hak asasi.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Contributors: |
|
||||||||
Uncontrolled Keywords: | Hak Interpelasi, hak angket, dugaan pelanggaran | ||||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) | ||||||||
Divisions: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum | ||||||||
Depositing User: | Christina Agnesia | ||||||||
Date Deposited: | 18 Feb 2020 07:07 | ||||||||
Last Modified: | 02 Mar 2021 15:40 | ||||||||
URI: | http://repositori.ukdc.ac.id/id/eprint/140 |
Actions (login required)
View Item |