TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN DPD MENURUT PUTUSAN MK NOMOR 79/PUU-XII/2014 DAN UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD

Luly, Sany Verdinan (2018) TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN DPD MENURUT PUTUSAN MK NOMOR 79/PUU-XII/2014 DAN UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Darma Cendika.

[img] Text
abstrak + judul sany.pdf

Download (391kB)
[img] Text
bab I + bab II sany.pdf
Restricted to Registered users only

Download (467kB)
[img] Text
bab III + bab IV sany.pdf
Restricted to Registered users only

Download (286kB)
[img] Text
daftar bacaan sany.pdf

Download (105kB)
[img] Text
lampiran sany.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Yuridis Kewenangan DPD Menurut Putusan MK Nomor 79/PUU-XII/2014 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD. Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi adalah yuridis Normatif. penelitian ini menganalisis tentang wewenang legislasi yang dimiliki DPD berdasarkan Putusan MK No. 79/PUU-XII/2014 disinkronisasikan dengan Undang-Undang no 17 Tahun 2014 tentang MD 3 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan PerundangUndangan serta, mengungkapkan perlu adanya eksistensi DPD dalam bentuk negara kesatuan dalam kewenangan legislasi. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat dalam Negara demokrasi adalah salah satu pilar yang sangat pokok, karena lembaga ini berfungsi untuk mewakili kepentingan-kepentingan rakyat dan sebagai wadah dan sarana dalam menyampaikan aspirasi. Dewan Perwakilan Daerah selanjutnya disebut DPD adalah salah satu lembaga perwakilan rakyat yang mewakili daerah. Lahirnya lembaga DPD sebagai salah satu lembaga legislatif yang mewakili daerah berawal dari gagasan penguatan DPR selama ketiga perubahan UUD 1945 tersebut, terdapat suatu permasalahan yaitu penataan kembali komposisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terutama yang berasal dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Mengenai keberadaan DPD Perbedaan pandangan antar fraksi di MPR mulai terjadi dalam rapat ke-32 PAH I BP MPR pada tanggal 17 Mei 2000. Sedangkan, kewenangan DPD diperdebatkan secara luas dan dalam ketika fraksi-fraksi membahas kelanjutan penguatan DPR dalam rapat ke 37, 38, dan 39 PAH I BP MPR Semua perbedaan yang terjadi selama pembahasan di PAH 1 BP MPR belum memperlihatkan adanya titik temu antara fraksi-fraksi MPR. Perbedaan pendapat diantara kedua kelompok itu tetap bertahan sampai menjelang pelaksanaan sidang tahunan MPR 2000. Bahkan dalam pembahasan di komisi A selama sidang tahunan MPR 2000, perbedaan itu juga tidak dapat diselesaikan. Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang No.12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang tugas dan wewenang DPD telah mereduksi wewenang dan tugas DPD. Dewan Perwakilan Daerah, dalam hal ini diwakili oleh Irman Gusman,La Ode Ida, dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas, melakukan uji materiil ke MK dengan mengajukan permohonan pengujian formil dan materiil terhadap UU MD3 terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Keluarnya Putusan MK No 79/PUU-XII/2014 merubah fungsi legislasi DPD yaitu, kedudukan DPD setara dengan DPR dan Presiden, dimana DPD berhak untuk mengusulkan dan membahas RUU tertentu dari tahap awal hingga tahap akhir. Artinya dalam bidang legislasi DPD tidak lagi sebagai subordinat DPR. DPD ikut menyusun program legislasi nasional atau biasa disebut Prolegnas. Sedangkan fungsi DPD memberikan pertimbangan RUU terkait APBN, Pajak, Pendidikan dan Agama bukan merupakan kewenangan untuk ikut membahas RUU. Namun dengan terbitnya Putusan MK No.79/XII/2014, merubah posisi dan kedudukan DPD sebagai lembaga yang mewakili daerah di parlemen. kewenangan antara DPR dan DPD yang merubah secara otomatis dari sistem kamar satu kamar (unikameral) menjadi dua kamar (bikameral) dan hal ini menjadi suatu kebiasaan yang baru,karena indonesia merupakan Negara Kesatuan yang pada umumnya, sistemnya adalah sistem unikameral atau sistem satu kamar di parlemen. Keluarnya Putusan MK No.79/PUU-XII/2014, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bersama Dewan Perwakilan Rakyat(DPR), diharapkan menjadi salah satu kamar dari sistem parlemen dua kamar (bikameral) dalam format baru perwakilan politik Indonesia. Jika DPR merupakan parlemen yang mewakili penduduk yang diusung oleh partai politik, sementara DPD adalah parlemen yang mewakili wilayah atau daerah/propinsi, tanpa mewakili suatu komunitas atau sekat komunitas didaerah antara lain yang berbasis ideologi atau parpol, melainkan figur-figur yang bisa mewakili seluruh elemen yang ada didaerah.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Contributors:
ContributionContributorsNIDN/NIDKEmail
Thesis advisorSuryawati, NanyNIDN0720045901UNSPECIFIED
Uncontrolled Keywords: Putusan MK, DPD, Wewenang Legislasi
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum
Depositing User: Christina Agnesia
Date Deposited: 18 Feb 2020 07:10
Last Modified: 20 Apr 2020 05:35
URI: http://repositori.ukdc.ac.id/id/eprint/138

Actions (login required)

View Item View Item